Wednesday, July 20, 2016

Review Film: Star Trek Beyond (2016) "Ketika Sersan Jaka Menjadi Alien"



Indonesia harus berbangga akan prestasi yang telah diraih oleh para alumnus The Raid karena 4 orang yang pernah terlibat dari film itu telah berhasil mencapai Hollywood yang merupakan kiblat perfilman dunia. Setelah Yayan Ruhian, Iko Uwais dan Cecep Arif Rahman yang sebelumnya tampil sekilas di Star Wars kini giliran Joe Taslim tampil di Star Trek dengan screen time yang banyak dan akhirnya kebagian dialog setelah di Fast 6 hanya menampilkan adegan gulat saja. Disini dia memerankan Manas yang merupakan anak buah dari Krall. Mari bahas film-nya, Proyek Star Trek Beyond sempat mengalami beberapa kendala diakibatkan hengkanya J.J Abrams dari kursi sutradara karena pada saat itu sedang sibuk menggarap Star Wars: The Force Awakens. Roberto Orci yang merupakan penulis naskah di 2 instalmen terakhir pernah dirumorkan akan menjadi sutradara film ini. Tetapi pada akhirnya kursi penyutradaraan berhasil didapatkan oleh Justin Lin (Fast & Furios, Fast 5)


Film tersebut di mulai saat Kru USS Enterprise kembali ke stasiun luar angkasa Yorkshire usai melakukan ekspedisi 5 tahun ke sejumlah planet. Pada bagian pertengahan film, Captain Kirk rupanya diminta membantu menyelamatkan ke Nebula. Ia pun memimpin USS Enterprise untuk menjelajahi ruang angkasa dan mencoba menyelamatkan sekelompok kawanan yang tertahan di sana.Niat ingin menyelamatkan, Para kru Enterprise justru mengalami hal serupa dengan pesawat lainnya. Diserang oleh pasukan lebah yang dipimpin oleh Krall (Idris Elba), yang memiliki misi untuk menghancurkan perdamaian di galaksi.


Entah kenapa disini saya merasakan ada yang berbeda dengan film Star Trek Beyond ini dibandingkan dengan dua film terakhirnya. Pembangunan konflik di film ini tidaklah terlalu bagus hanya biasa saja dan latar belakag karakter-karakter baru kurang diperdalam. Lalu bagi yang tidak menyukai alur film lambat kemungkinan akan mengantuk disepanjang durasi awal film tetapi setelahnya pasti akan merasakan sensasi baru menonton film Luar Angkasa. Lupakan lemahnya konflik yang dan latar belakang yang kurang  Beliavable dan segala plot holes yang ada karena film ini berhasil memberikan hiburan yang sangat bagus terutama bagi veteran penggemar Star Trek khususnya, tetapi  bagi penonton awam yang kurang memahi mitologi Star Trek akan tetap menikmati film ini dari awal sampai akhir dan modalnya cukup saksikan saja dua film Star Trek sebelumnya maka dapat dipastikan akan cukup mengerti film ini.



Untuk Make up dan Design tidak usah dibahas karena departmen make up yang digawangi oleh Joel Harlow yang sebelumnya berhasil mendapatkan oscar di film Reboot Star Trek pertama telah berhasil membuat para karakter Alien tampil meyakinkan dan konon menurtu keterangan Joe Taslim beberapa pemain yang di Cast untuk memerankan alein harus dijemput jam 2 pagi untuk bersiap didandani oleh para Kru Make Up selama sekitar 5 jam.

Keselurahan, film ini sungguh menghibur apalagi bagi warga Indonesia ada keistimewaan tersendiri menonton film ini. Meskipun menurut saya Star Trek Beyond menjadi installmen yang paling lemah diantara ketiga generasi baru Star Trek itu.

My Rate: 75/100

Wednesday, July 13, 2016

Review Film: Sing Street (2016) "Pelampiasan Yang Berupa Musik"



Terhitung sudah 3 film yang disutradari oleh John Carney merupakan film-film bertemakan musik sebagai spirit-nya seperti Once (2007) yang merupakan film indie andanlannya dan telah melambungkan nama John Carney dan juga Glen Hansard di dunia film dan musik. Lalu 3 tahun yang lalu dia membuat film Begin Again dengan Cast yang superb termasuk mas Adam Levine berhasil ia jadikan aktor di filmnya. Pada tahun 2016 ini John Carney menelurkan karya terbarunya yang berjudul Sing Street. Seperti yang bisa ditebak didalam film ini akan banyak musik-musik yang bermunculan. Berbeda dengan kedua film sebelumnya, Sing Street membawa penonton ke tahun 80-an dimana pada saat itu lagu-lagu disko atau bisa disebut dengan lagu masa depan bisa dibilang sedang booming-booming-nya. Dan itu menjadikannya sebagai film yang unik karena diisi dengan nuansa 80-an yang kental.








Conor (Ferdia Walsh-Peelo) merupakan seorang murid baru di sekolahnya, alasan dia pindah ke sekolah yang memiliki  moto "Viriliter Age" yang berarti Act Manly adalah karena alasan keuangan yang dihadapi oleh orangtuanya Robert (Aiden Gillen) dan Penny (Maria Doyle Kennedy) yang juga akhir-akhir ini mereka berdua sering bertengkar dan mengakibatkan Conor memiliki pelampiasan yang berupa musik. Di sekolah baru nya ini dia bertemu dengan Darren (Ben Carolan). Ketika mereka berada di luar gerbang sekolah Conor melihat seorang gadis dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama gadis itu bernama Raphina (Lucy Boynton) tanpa pikir panjang ia langsung menghapiri Raphina dengan modal nekat dan dengan sedikit modus Conor mengatakan ke Raphina jika ia membutuhkan model untuk video klip yang akan dibuatnya padahal saat itu ia sama sekali belum memiliki band. Dengan bantuan Darren ia dipertumakan dengan Eamon (Mark McKenna) yang bisa memainkan dan memiliki beragam instrumen musik di rumahnya. Lalu dimulailah pencarian mereka untuk menemukan anggota-anggota band yang dinamai Sing Street ini. Setelah terkumpul keselurahan anggotannya, band ini lalu membuat video clip dengan lagu ciptaan Connor yang sebelumnya telah diberi saran oleh kakaknya Brendan (Jack Reynor) untuk terus menciptakan lagu yang berkualiatas. Di videoclip band Sing Street ini mereka menggunakan jasa seorang model yang tidak lain adalah Raphina, gadis yang disukai oleh Connor ini. Lama kelamaan mereka akhirnya menjalin kasih.





Tidak pernah mengecewakan jika John Carney membuat film dengan tema musik sebagai dasarnya, tidak masalah dengan cerita yang penuh dengan ke klise-an asal selama itu bisa menjadi film yang menarik dan unik, maka menurut saya film itu telah berhasil menghibur penontonnya. Bicara soal musik maka tidak lepas dengan banyak-nya referensi yang disebutkan disepanjang film tentang band-band di tahuan 80-an macam Sex Pistols, The Cure, Hall & Oates, The Clash dan Duran Duran. mengigatkan saya tentang film High Fidellity yang juga sama dipenuhi dengan referensi musik. Entah mengapa film ini seakan membuat saya seperti menyaksikan film tahun 80-an macam film film John Hughes seperti The Breakfast Club lalu ada film Back to The Future yang disebutkan di Sing Street ini, membuat saya kagum kepada tim-tim dibalik film Sing Street ini. Dari mulai dekorasi, pakaian, kendaraan, dan tentu saja jualan utama film ini MUSIK berhasil membuat nuansa 80-an yang kental.


Dengan ketiga karya tentang musik sebagai tema utama-nya, John Carney tidak lupa menyelipkan pesan untuk para penonton seperti kedua karya sebelumnya yaitu pentingnya untuk mengejar mimpi. Dan satu yang mencolok dari karya-karya nya, dimana itu semua pasti memiliki sebuah ending yang Bittersweet. Jika saya mengurutkan film tentang musik karya John Carney dari pertama sampai ketiga ini saya urutkan Once > Sing Street > Begin Again.


My Rate: 85/100



Tuesday, July 12, 2016

Review Film: Demolition (2015) "Penggambaran Depresi Yang Berbeda"



Jean-Marc Vallee adalah seorang sutradara kenamaan yang berasal dari Canada. Karya-karya terkenalnya antara lain seperti Wild dan Dallas Buyers Club yang mengantarkan Jared Leto dan Matthew Mcconaughey memenangkan piala oscar. Lalu pada tahun 2016 ini dia merilis sebuah film yang berjudul Demolition atau bahasa Indonesianya Pembongkaran. Jadi pembongkaran apa yang ingin disampaikan Jean-Marc Vallee ini?

Setelah kehilangan istrinya Julia (Heather Lind) di kecelekaan lalu lintas Davis (Jack Gyllenhal) mencoba untuk menjalani hidup senormal mungkin dari bangun seperti biasa jam 6.30, lari di treadmill sambil melihat perkembangan harga saham dan mencukur  bulu dada dan janggut nya. Tetapi dibalik itu semua ada rasa depresi mendalam yang dirasakan oleh David meskipun dia terus menerus bertingkah senormal mungkin bahkan mengatakan ke orang-orang jika tidak mencintai istrinya. Lalu suatu ketika di rumah sakit saat Davis membeli makanan di Vendor Machine ternyata makanannya tidak keluar dan itu menyebabkan Davis menulis surat keluhan perusahaan Vendor Machine. Didalam surat itu selain berisi keluhan ia juga menulis tentang kejadian yang dialaminya yaitu tentang kematian istrinya. Merasa bersimpati dengan keadaan Davis, Karen (Naomi Watts) yang bekerja sebaga customer service di perusahaan Vendor Machine menelepon Davis dan menanyakan apakah Davis butuh teman bicara. Merasa tertarik akhirnya Davis menemui Karen meskipun pada awalanya Karen tidak mau ditemui tetapi tanpa diduga mereka bertemu di kereta secara tak sengaja. Seiring waktu berjalan tidak hanya berteman dengan Karen tetapi Davis juga berteman dengan anaknya yang memiliki banyak masalah di sekolah bernama Chris (Judah Lewis). Disamping itu semua Davis tetap tak bisa melupakan mendiang istrinya dan pelampiasan dari keadaan depresinya itu adalah dengan menghancurkan benda-benda yang menurut nya menarik untuk dihancurkan dan juga ia rela membeli Bulldozer untuk mengobrak abrik rumahnya sendiri karena menurutnya itu semua kenangan yang ingin dia lupakan.







Ada sesuatu yang menarik di film ini, yaitu penggambaran depresi yang disampai sungguh berbeda. alih-alih ingin bermelankonis ria disini menampilkan keabursdan atau ketidakjelasan dari karakter utamanya dan anehnya lagi saya sungguh mengerti perasaan Davis ini. Dia seperti tipe orang yang tidak mau menampilkan kesedihan dengan orang lain dan itu membuatnya seperti orang aneh karena karakternya seperti itu maka ia pun mencari pelampiasan dengan menghancurkan barang-barang. Jack Gyllenhall berhasil membuat film ini menjadi lebih menarik untuk disaksikan karena segala emosi yang disampakannya membuat saya mengerti akan keadaan dia.


Meskipun banyak yang mengatakan film ini kurang rapi ini itu lah tapi jujur saya sangat menyukai film ini tak peduli apa kata krikus-kritkus yang mengatakan film ini tidaklah bagus. Saya suka karakter Davis Mitchell.

My Rate: 85/100

Review Film: Sokola Rimba (2013) "Kisah Perintis Sekolah Hutan di Indonesia



Riri Reza dan Mira Lesmana adalah dua nama yang cukup berpengaruh bagi perfilman Indonesia bagaimana tidak film film nya rata rata masuk nominasi film terbaik di Indonesia. Kali ini mereka membuat film yang berjudul Sokola Rimba yang berceritakan tentang perjuangan seorang guru di daerah pedalaman, dia rela menentang perintah atasan nya untuk sekedadr mengajar disana tanpa pamrih bahkan ketika si atasan menyuruh Butet untuk mengajak wartawan ke tempatnya mengajar dia menolak karena berpendapat bahwa tindakan yang begitu tidak benar atau biasa disebut dengan riya.

Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) telah menemukan hidup yang diinginkannya, mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku anak dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas.

Sunday, July 10, 2016

Review Film: Tracks (2013) "Lika-liku Perjalanan 1.700 Mil"



Diangkat dari novel berjudul sama "Tracks" merupakan kisah nyata dari seorang wanita bernama Robyn Davidson yang berkisah tentang seorang wanita melakukan perjalanan 1.700 mil di Australia dari Alice Spring ke Samudera Hindia hampir setengah benua Australia jika dikira-kira dengan berjalan kaki. Dia melakukan itu semua dengan modal nekat saja, sejak tiba di stasiun Alice Springs segera ia langsung mencari pekerjaan dan salah satu nya bekerja di pekarangan Unta demi mendapatkan 3 unta yang bisa menemaninya berjalan ke Samudera Hindia. Pada awalnya ia tidak ingin mendapat bantuan dari siapapun tetapi sadar jika dia tak mendapatkan bantuan dia tidak akan bisa mewujudkan mimpinya ke Samudera Hindia maka dari itu dia menulis surat ke National Geographic untuk mendapatkan sponsor dan mendokumentasikan perjalanannya. Rick Smolan (Adam Driver) merupakan utusan dari NatGeo yang bekerja sebagai photographer perjalanan Robyn itu. Jadi selama 5 minggu sekali dia akan menemui Robyn untuk memberi suplai dan sekaligus untuk memotret nya. Dalam perjalanan menuju Samudera Hindia Robyn mengalami banyak kejadian yang tidak disangka-sangka dan berliku-liku.

Wednesday, July 6, 2016

Review Film: Miss March (2009) "Perjalanan Menuju Playboy Mansion"



Entah berapa banyak film komedi dengan humor jorok dan unsur senior high school ada, mungkin paska perilisian American Pie (1999) banyak filmmaker tertarik untuk membuatnya. Lalu apakah kebanyakan kualitas-nya berbintang 5, hmmm tidak juga tetapi uniknya tidak masalah bagaimana sederhananya jalan cerita yang ditampilkan, tidak masalah dengan pola yang seperti mengulang-ngulang dari film sejenis tetapi tetap saya adalah salah satu penikmat film dengan humor jorok seperti itu apalagi dengan unsur senior high school-nya itu.
Miss March ini disutradari oleh Zach Cregger dan Trevor Moore selain mengarahkan film ini mereka juga menulis dan membintangi film ini. Jadi kira-kira menurut pandangan saya film ini adalah film yang benar-benar dari pikiran jorok mereka.

Tuesday, June 28, 2016

Review Film: Monster (2003) "Lingkungan Yang Menjadikannya Monster"

Monster Poster
Jujur gue merupakan tipe orang yang sering ngebully orang yang lemah dan memandang mata mereka tetapi itu gue lakukan karena memang gue juga sering dibegitukan sama orang lain yang posisi diatas gue, entah itu yang jago atau yang lebih apalah dan gue sanggup ngerasain kehidupan Aileen di film ini. Sejak umur 8 tahun dia diperkosa oleh teman ayahnya dan ia tak bisa melakukan apa-apa walaupun sudah mengadu ke ayahnya sendiri. Lalu pada umur 13 tahun dia mulai melacur akibat itu tadi karena lingkungan. Dan gue sadar kenapa gue orang nya selalu menghina orang lain, membully orang lain dan merendahkan orang lain. Itu karena sejak kecil gue sering dibegitukan jadi mungkin karena ada rasa trauma jadi gue melampiaskan-nya ke-orang lain.

Anyway,  Film ini menceritakan seorang pelacur bernama Aileen Wuornos, sedari kecil ia memimpikan untuk bisa menjadi superstar di Hollywood layaknya Marilyn Monroe tetapi sayang selagi ia tumbuh menjadi remaja yang penuh impian, ia malah menjadi korban perkosaan dan menjadikan ia tumbuh menjadi pelacur hingga saat itu. Depresi akan kehidupan-nya Aileen memutuskan untuk bunuh diri. tetapi sebelum melakukannya ia mampir terlebih dahulu ke Gay Bar dimana ia bertemu dengan Shelby yang secara tidak langsung memberi harapan dia untuk hidup. Lalu cinta yang tak pernah Aileen rasakan sebelumnya tumbuh menjadi besar kepada Shelby, ia rela melakukan apa saja agar Shelby merasa nyaman dan bahagia. Lalu ia pun mencari uang dengan cara melacur, naas-nya ketika ia melayani pelanggan, ia diserang oleh pelanggannya dan bahkan jika saja Aileen tidak melawan ia bakalan menjadi korban pembunuhan. Dan ia pun berhasil melawan pelanggan-nya dengan cara membunuh. Dan itu merupakan titik awal ia menjadi pembunuh berantai yang memangsa pelanggannya. Pernah sekali Aileen berhenti melakukan melacur dan ia mencoba melamar pekerjaan tetapi sayang banyak orang memandang rendah kepada-nya. dan mau tak mau ia melakukan tindakan kriminal demi memuaskan sang pujaan-nya Shelby.



Memang perbuatan Aileen itu salah karena membunuh, tetapi entah mengapa saya bisa bersimpati terhadap-nya, hebat sekali Patty Jenkins bisa membuat penonton-nya mengerti motif mengapa ia bisa tega melakukan itu. Disini Aileen digambarkan sebagai produk manusia yang tersakiti oleh lingkungan. Unsur humanis-nya berhasil disampaikan dengan baik oleh Patty Jenkins. Lalu untuk penampilan Aileen diperankan oleh Charlize Theron yang berhasil mendapatkan oscar dari peran ini. Make-up-nya berhasil menjadikan Charlize Theron yang tadi nya cantik menjadi seseorang yang penuh masalah. Setiap ekspresi yang diperlihatkan berhasil membuat saya mengerti apa yang dihadapi oleh Aileen ini.


My Rate: 8/10